Senin, 18 April 2011

NISAB MATA PENGHASILAN DAN PROFESI

NISAB MATA PENGHASILAN DAN PROFESI

Kita sudah mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat
atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi
mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab,
bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok
pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong
seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut
dari orang-orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti
"lebih" ('afw) yang dijadikan Quran sebagai sasaran zakat
tersebut. Allah berfirman "Mereka bertanya kepadamu tentang
apa yang mereka nafkahkan Katakanlah, "Yang lebih dari
keperluan." (al-Baqarah: 219). Dan Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Kewajiban zakat hanya bagi orang kaya." "Mulailah
dari orang yang menjadi tanggunganmu." Hal itu sudah
ditegaskan dalam syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat.
Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka
berapakah besar nisab dalam kasus ini?

Muhammad Ghazali dalam diskusi diatas cenderung untuk
mengukurnya menurut ukuran tanaman dan buah-buahan. Siapa
yang memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan
seorang petani yang wajib mengeluarkan zakat maka orang itu
wajib mengeluarkan zakatnya. Artinya, siapa yang mempunyai
pendapatan yang mencapai lima wasaq (50 kail Mesir) atau 653
kg, dari yang terendah nilainya yang dihasilkan tanah
seperti gandum, wajib berzakat. Ini adalah pendapat yang
benar. Tetapi barangkali pembuat syariat mempunyai maksud
tertentu dalam menentukan nisab tanaman kecil, karena
tanaman merupakan penentu kehidupan manusia. Yang paling
penting dari besar nisab tersebut adalah bahwa nisab uang
diukur dari nisab tersebut yang telah kita tetapkan sebesar
nilai 85 gram emas. Besar itu sama dengan dua puluh misqal
hasil pertanian yang disebutkan oleh banyak hadis. Banyak
orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka
yang paling baik adalah menetapkan nisab gaji itu
berdasarkan nisab uang.

TINGGAL SATU PERSOALAN LAGI

Orang-orang yang memiliki profesi itu memperoleh dan
menerima pendapatan mereka tidak teratur, kadang-kadang
setiap hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang
pada saat-saat tertentu seperti advokat dan kontraktor serta
penjahit atau sebangsanya, sebagian pekerja menerima upah
mereka setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan pegawai
menerlma gaji mereka setiap bulan, lalu bagaimana kita
menentukan penghasilan mereka itu?

Disini kita bertemu dengan dua kemungkinan:

1. Memberlakukan nisab dalam setiap jumlah pendapatan atau
penghasilan yang diterima. Dengan demikian penghasilan yang
mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang
besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran
yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan
zakat, sedangkan yang tidak mencapai nisab tidak terkena.

Kemungkinan ini dapat dibenarkan, karena membebaskan
orang-orang yang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban
zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas
pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Ini lebih
mendekati kesamaan dan keadilan sosial. Disamping itu juga
merupakan realisasi pendapat sahabat dan para ulama fikih
yang mengatakan bahwa penghasilan wajib zakatnya pada saat
diterima bila mencapai nisab. Tetapi menurut ketentuan wajib
zakat atau penghasilan itu bila masih bersisa di akhir tahun
dan cukup senisab. Tetapi bila kita harus menetapkan nisab
untuk setiap kali upah, gaji, atau pendapatan yang diterima,
berarti kita membebaskan kebanyakan golongan profesi yang
menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali
cukup nisab dari kewajiban zakat, sedangkan bila seluruh
gaji itu dari satu waktu itu dikumpulkan akan cukup senisab
bahkan akan mencapai beberapa nisab. Begitu juga halnya
kebanyakan para pegawai dan pekerja.

2. Disini timbul kemungkinan yang kedua, yaitu mengumpulkan
gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam
waktu tertentu. Kita menemukan ulama-ulama fikih yang
berpendapat seperti itu dalam kasus nisab pertambangan,
bahwa hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak
pernah terputus ditengah akan lengkap-melengkapi untuk
mencapai nisab. Para ulama fikih itu juga berbeda pendapat
tentang penyatuan hasil tanaman dan buah-buahan antara satu
dengan yang lain dalam satu tahun. Mazhab Hanbali
berpendapat bahwa hasil bermacam-macam jenis tanaman dan
buah-buahan selama satu tahun penuh dikumpulkan jadi satu
untuk mencapai nisab, sekalipun tempat tanaman tidak satu
dan menghasilkan dua kali dalam satu tahun. Jika buah-buahan
tersebut menghasilkan dua kali dalam setahun, maka hasil
seluruhnya dikumpulkan untuk mencapai satu nisab, karena
kedua penghasilan tersebut adalah buah-buahan yang
dihasilkan dalam satu tahun, sama halnya dengan jagung yang
berbuah dua kali.

Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa satu tahun merupakan
satu kesatuan menurut pandangan pembuat syariat, begitu juga
menurut pandangan ahli perpajakan modern. Oleh karena itulah
ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat.

Fakta adalah bahwa para pemerintahan mengatur gaji
pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan
perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.

Berdasarkan hal itulah zakat penghasilan bersih seorang
pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari dalam
setahun penuh, jika pendapatan bersih setahun itu mencapai
satu nisab. Semoga pendapat-pendapat sebagian ulama fikih
yang menegaskan bahwa harta penghasilan wajib zakat dan cara
mengeluarkan zakatnya seperti yang diterangkan mereka, dapat
membantu kita dalam menetapkan kebijaksanaan wajib zakat
atas penghasilan pegawai dan golongan profesi tersebut.






---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar