Senin, 18 April 2011

MEMILIH PENDAPAT YANG LEBIH KUAT TENTANG PENGELUARAN ZAKAT PENGHASILAN PADA WAKTU DITERIMA

MEMILIH PENDAPAT YANG LEBIH KUAT TENTANG PENGELUARAN ZAKAT
PENGHASILAN PADA WAKTU DITERIMA

Setelah diperbandingkan pendapat-pendapat di atas dengan
alasan masing-masing, diteliti nash-nash yang berhubungan
dengan status zakat dalam bermacam-macam kekayaan,
diperhatikan hikmah dan maksud pembuat syariat mewajibkan
zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan umat Islam
pada masa sekarang ini, maka saya berpendapat harta hasil
usaha seperti gaji pegawai, upah karyawan, pendapatan
dokter, insinyur, advokat dan yang lain yang mengerjakan
profesi tertentu dan juga seperti pendapatan yang diperoleh
dari modal yang diinvestasikan di luar sektor perdagangan,
seperti pada mobil, kapal, kapal terbang, percetakan,
tempat- tempat hiburan, dan lain-lainnya, wajib terkena
zakat persyaratan satu tahun dan dikeluarkan pada waktu
diterima.

Sebagai penjelasan dari pendapat kami dalam masalah yang
sensitif itu, kami mengemukakan beberapa butir alasan di
bawah ini, supaya kebenaran dapat jelas yang dikuatkan
dengan dalil:

1. Persyaratan satu tahun dalam seluruh harta termasuk harta
penghasilan tidak berdasar nash yang mencapai tingkat shahih
atau hasan yang darinya bisa diambil ketentuan hukum Syara'
yang berlaku umum bagi umat. Hal itu berdasarkan ketegasan
para ulama hadis dan pendapat sebagian para sahabat yang
diakui kebenarannya sebagaimana telah kita terangkan.

2. Para sahabat dan tabi'in memang berbeda pendapat dalam
harta penghasilan: sebagian mempersyaratkan adanya masa
setahun, sedangkan sebagian lain tidak mempersyaratkan satu
tahun itu sebagai syarat wajib zakat tetapi wajib pada waktu
harta penghasilan tersebut diterima oleh seorang Muslim.
Perbedaan mereka itu tidak berarti bahwa salah satu lebih
baik daripada yang lain, oleh karena itu maka persoalannya
dikembalikan pada nash-nash yang lain dan kaedah- kaedah
yang lebih umum, misalnya firman Allah: "Bila kalian berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Quran) dan kepada Rasul (hadis)." (An-Nisa,: 59).

3. Ketiadaan nash ataupun ijmak dalam penentuan hukum zakat
harta penghasilan membuat mazhab-mazhab yang ada berselisih
pendapat tajam sekali, yang mengakibatkan Ibnu Hazm sampai
menilainya sebagai dugaan-dugaan saja, merupakan
pertentangan-pertentangan dan bagian- bagian yang saling
bertentangan yang tidak ada dasar kebenarannya, tidak dari
Quran atau hadis shahih atau riwayat yang ada cela
sekalipun, maupun dari Ijmak dan Qias, dan dari pemikiran
dan pendapat yang kira-kira dapat diterima. Saya sudah
melakukan penjajagan atas perbedaan-perbedaan pendapat
antara mazhab-mazhab, metode dan perbedaan pentashihan dan
pentarjihan masing-masing mazhab. Saya menemukan pula
berpuluh-puluh persoalan dan persoalan lebih jauh yang
ditimbulkannya mengenai harta penghasilan itu,
digabungkankah penghasilan itu dengan harta induknya atau
tidak, ataukah sebagian digabungkan dan sebagian lagi tidak.
Penggabungan tersebut dalam hal nisab, tahun, ataukah dalam
keduanya. Beberapa diskusi berkisar mengenai masalah itu
dalam hal zakat binatang, zakat uang, zakat perdagangan, dan
persoalan-persoalan kecil lainnya Semuanya itu membuat saya
menilai bahwa adalah tidak mungkin syariat yang sederhana
dan berbicara untuk seluruh umat manusia membawa
persoalan-persoalan kecil yang sulit dilaksanakan sebagai
kewajiban bagi seluruh umat.

4. Mereka yang tidak mempersyaratkan satu tahun bagi syarat
harta penghasilan wajib zakat lebih dekat kepada nash yang
berlaku umum dan tegas di atas daripada mereka yang
mempersyaratkannya, karena nash-nash yang mewajibkan zakat
baik dalam Quran maupun dalam sunnah datang secara umum dan
tegas dan tidak terdapat di dalamnya persyaratan setahun.
Misalnya, "Berikanlah seperempat puluh harta benda kalian,"
Harta tunai mengandung kewajiban seperempat puluh dan
dikuatkan oleh keumuman firman Allah "Hai orang-orang yang
beriman keluarkanlah sebagian hasil usaha kalian."
(al-Baqarah: 267) Kata ma Kasabtum merupakan kata umum yang
artinya mencakup segala macam usaha: perdagangan, atau
pekerjaan dan profesi. Para ulama fikih berpegang kepada
keumuman maksud ayat tersebut sebagai landasan zakat
perdagangan, yang oleh karena itu kita tidak perlu ragu
memakainya sebagai landasan zakat penghasilan dan profesi.
Bila para ulama fikih telah menetapkan setahun sebagai
syarat wajib zakat perdagangan, maka itu berarti bahwa
antara pokok harta dengan laba yang dihasilkan tidak boleh
dipisahkan karena laba dihasilkan dari hari ke hari bahkan
dari jam ke jam. Lain halnya dengan gaji atau sebangsanya
yang diperoleh secara utuh, tertentu dan pasti.

5. Disamping nash yang berlaku umum dan mutlak memberikan
landasan kepada pendapat mereka yang tidak menjadikan satu
tahun sebagai syarat harta penghasilan wajib zakat, qias
yang benar juga mendukungnya. Kewajiban zakat uang atau
sejenisnya pada saat diterima seorang Muslim diqiaskan
dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada
waktu panen. Maka bila kita memungut dari petani meskipun
sebagai penyewa, sebanyak sepersepuluh atau seperdua puluh
hasil tanaman atau buah-buahannya, mengapakah kita tidak
boleh memungut dari seorang pegawai atau seorang dokter,
umpamanya, sebanyak seperempat puluh penghasilannya? Bila
Allah menyatukan penghasilan yang diterima seseorang Muslim
dengan hasil yang dikeluarkan Allah dari tanah dalam satu
ayat, yaitu "Hai orang- orang yang beriman keluarkanlah
sebagian penghasilan kalian dan sebagian yang kami keluarkan
untuk kalian dari tanah," mengapakah kita membeda-bedakan
dua masalah yang di atur Allah dalam satu aturan sedangkan
kedua-duanya adalah rezeki dan nikmat dari Allah?

Benar, bahwa nikmat Allah dalam hasil tanaman dan
buah-buahan lebih kentara dan mensyukurinya lebih wajib,
namun demikian tidak berarti bahwa salah satu pendapatan
tersebut tegas wajib zakat sedangkan yang satu lagi tidak.
Perbedaannya cukup dengan bahwa pembuat syariat mewajibkan
zakat dari hasil tanah sebesar sepersepuluh atau seperdua
puluh sedangkan pada harta penghasilan berupa uang atau yang
senilai dengan uang-sebanyak seperempat puluh.

6. Pemberlakuan syarat satu tahun bagi zakat harta
penghasilan berarti membebaskan sekian banyak pegawai dan
pekerja profesi dari kewajiban membayar zakat atas
pendapatan mereka yang besar, karena mereka itu akan menjadi
dua golongan saja: menginvestasikan pendapatan mereka
terlebih dahulu dalam berbagai sektor, atau berfoya-foya
bahkan menghamburkan semua penghasilannya itu kesana-sini
sehingga tidak mencapai masa wajib zakatnya. Itu berarti
hanya membebankan zakat pada orang-orang yang hemat dan
ekonomis saja, yang membelanjakan kekayaannya seperlunya,
tidak berlebih-lebihan tetapi tidak pula kikir, yang berarti
mereka menyimpan penghasilan mereka sehingga mencapai masa
zakatnya. Hal itu jauh sekali dari maksud kedatangan syariat
yang adil dan bijak, yaitu memperingan beban orang-orang
pemboros dan memperbuat beban orang-orang yang hemat.

7. Pendapat yang menetapkan setahun sebagai syarat harta
penghasilan jelas terlihat saling kontradiksi yang tidak
bisa diterima oleh keadilan dan hikmat Islam mewajibkan
zakat Misalnya: Seorang petani yang menanam tanaman pada
tanah sewaan, hasilnya dikenakan zakat sebanyak 10% atau 5%
bila sudah mencapai 50 kila Mesir, berdasarkan fatwa-fatwa
dalam mazhab-mazhab yang ada, sedangkan pemilik tanah yang
dalam sejam kadang-kadang memperoleh beratus-ratus atau
beribu- ribu dinar berupa uang sewa tanah tersebut, tidak
dikenakan zakat, berdasarkan fatwa-fatwa dalam mazhab-mazhab
yang ada, karena adanya persyaratan setahun bagi penghasilan
tersebut sedangkan jumlah itu jarang bisa terjadi di akhir
tahun. Begitu pula halnya dengan seorang dokter, insinyur,
advokat, pemilik mobil angkutan, pemilik hotel, dan
lain-lainnya. Sebab pertentangan itu adalah sikap yang
terlalu mengagungkan pendapat-pendapat fikih yang tidak
terjamin dan tidak terkontrol berupa hasil ijtihad para
ulama. Kita tidak yakin, bila mereka hidup pada zaman
sekarang dan menyaksikan apa yang kita saksikan, apakah
mereka akan meralat ijtihad mereka dalam banyak masalah,
seperti yang hanyak kita temukan dalam riwayat para imam .

8. Pengeluaran zakat penghasilan setelah diterima,
diantaranya gaji, upah, penghasilan dari modal yang
ditanamkan pada sektor selain perdagangan, dan pendapatan
para ahli, akan lebih menguntungkan fakir miskin dan orang
yang berhak lainnya, menambah besar perbendaharaan zakat,
disamping menambah perbendaharaan negara dan pemiliknya
dapat dengan mudah mengeluarkan zakatnya. Hal itu dengan
pemungutan zakat gaji para pegawai dan karyawan tersebut
oleh pemerintah atau yayasan-yayasan melalui cara yang
dinamakan oleh para ahli perpajakan dengan "Penahanan pada
Sumber," seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan
Mu'awiyah serta Umar bin Abdul Aziz dalam, memotong
pemberian yang mereka berikan. Maksud kata "pemberian"
disini adalah gaji para tentara dan orang-orang yang di
bawah kekuasaan negara pada masa itu. Abu Walid Baji
mengatakan bahwa "Pemberian menurut syara' adalah pemberian
dari kepala negara kepada seseorang dari Baitul-mal
berbentuk nafkah hidup (gaji). Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan
dari Hubaira bahwa Ibnu Mas'ud memotong pemberian yang
mereka terima sebesar dua puluh lima dari tiap seribu. Hal
itu diriwayatkan pula oleh at-Tabrani darinya juga. Dari
'Aun dari Muhammad, "Saya melihat para penguasa bila
memberikan gaji, memotong zakatnya. Dari Umar bin Abdul
Aziz, bahwa ia mengeluarkan zakat pemberian dan hadiah.
Malik meriwayatkan dalam al-Muwaththa dari Ibnu Syihab,
bahwa: Orang yang pertama kali memungut zakat dari pemberian
adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Tampaknya yang ia
maksudkan adalah khalifah pertama yang memungut zakat
pemberian, sedangkan sebenarnya sudah ada orang yang
mengambil zakat pemberian sebelum itu, yaitu Abdullah bin
Mas'ud sebagaimana kita jelaskan.

9. Menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan sesuai
dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan,
kemauan berkorban, belas kasihan dan suka memberi dalam jiwa
seorang Muslim, sesuai pula dengan kemanusiaan yang harus
ada dalam masyarakat, ikut merasakan beban orang lain, dan
menanamkan agama tersebut menjadi sifat pribadi unsur pokok
kepribadiannya. Allah berfirman tentang sifat-sifat orang
yang bertakwa, "Dan sebagian apa yang kami berikan kepada
mereka, mereka nafkahkan." Allah juga berfirman, "Hai
orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian apa-apa yang
kami berikan kepada kalian." Untuk itu Nabi s.a.w.
mewajibkan kepada setiap orang Muslim mengorbankan sebagian
hartanya, penghasilannya, atau apa saja yang ia korbankan.

Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Asyari dari Nabi s.a.w.:

"Setiap orang Muslim wajib bersedekah." Mereka bertanya,
"Hai Nabi Allah, bagaimana yang tidak berpunya? Beliau
menjawab, "Bekerjalah untuk mendapat sesuatu untuk dirinya,
lalu bersedekah." Mereka bertanya, "Kalau tidak punya
pekerjaan?" Beliau bersabda, "Tolong orang yang meminta
pertolongan." Mereka bertanya, "Bagaimana bila tidak bisa?"
Beliau menjawab, "Kerjakan kebaikan dan tinggalkan
kejelekan, hal itu merupakan sedekahnya."

Pembebasan penghasilan-penghasilan yang berkembang sekarang
tersebut dari sedekah wajib atau zakat dengan menunggu masa
setahunnya, berarti membuat orang-orang hanya bekerja,
berbelanja, dan bersenang-senang, tanpa harus mengeluarkan
rezeki pemberian Tuhan dan tidak merasa kasihan kepada orang
yang tidak diberi nikmat kekayaan itu dan kemampuan
berusaha.

10. Tanpa persyaratan setahun bagi harta penghasilan akan
lebih menguntungkan pemasukan zakat secara pasti dan
pengelolaannya dilihat dari pihak orang yang wajib
mengeluarkan zakat dan dari segi administrasi pemungutan
zakat. Hal itu oleh karena bagi yang berpendapat satu tahun
sebagai syarat zakat, menyebabkan setiap orang yang
mendapatkan penghasilan sedikit atau banyak berupa gaji,
honorarium atau penghasilan kekayaan tak bergerak, atau
jenis pendapatan yang lain-harus menentukan masa jatuh
tempo pengeluaran setiap jumlah kekayaannya lalu bila sampai
masa tempo setahunnya itu dikeluarkanlah zakatnya. Ini
berarti, bahwa seorang Muslim kadang-kadang bisa mempunyai
berpuluh-puluh masa tempo masing-masing kekayaan yang
diperoleh pada waktu yang berbeda-beda. Ini sulit sekali
dilakukan, dan sulit pula bagi pemerintah memungut dan
mengatur zakat yang dengan demikian zakat tidak bisa
terpungut dan sulit dilaksanakan.41





---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar